JAKARTA, Berita HUKUM - Calon Pimpinan KPK dari unsur Kejaksaan RI, Johanes Tanak membeberkan surat rahasia yang disampaikan oleh KPK ke Komisi III DPR. Tanak membeberkan itu ketika salah seorang anggota Komisi III DPR Arsul Sani menanyakan isi surat dari KPK yang bersifat rahasia ketika uji kelayakan dan kepatutan di hadapan anggota DPR di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Kamis (12/9).
Asrul dengan nada datar menanyakan isi surat tersebut, "jadi dosa anda apa?" ucap Arsul kepada Tanak
Dengan gamblang Tanak menjawab, kemungkinan terkait penghentian perkara kasus mantan Gubernur Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele dalam kasus dugaan korupsi pembangunan kolam renang Bukit Djabal Nur, Palu, Sulawesi Tengah.
"Ada 2 penetapan tersangka saat saya disana, satu dilanjutkan dan satu lagi dihentikan. Penghentian (perkara Aminuddin) bukan saya tapi oleh penganti saya (Kajati baru)," ucap Tanak.
Saat penanganan perkara dugaan korupsi kolam renang itu, tanak mengaku penyidikan pemeriksaannya sudah 80 persen dan siap dilimpahkan ke pengadilan, dan cukup bukti. Namun, kenyataan dirinya di pindah tugaskan dari Kajati Sulsel menjadi Direktur Tata Usaha Negara pada Jamdatun, Kejaksaan Agung.
"Kemudian perkara itu dihentikan Kajati yang menggantikan saya, bukan saya yang menghentikan," ucapnya dia.
Intervensi
Sedangkan terkait perkara mantan Gubernur Sulteng lainnya, Bandjela Paliudju yang katanya ada intervensi Jaksa Agung Prasetyo saat Tanak menangani perkara korupsi yang menyeret Paliudju yang motabene kader Partai Nasdem. Dihadapan anggota DPR Tanak membantah bahwa ada intervensi Jaksa Agung Prasetyo.
"Saya tidak mengatakan diintervensi. Kalau itu yang mengatakan media, itu versi media. Saya demi Tuhan tidak mengatakan itu," kata Johanis menjawab pertanyaan Politikus Partai Nasdem Zulfan Lindan.
Usia uji kelayakan, Tanak menjelaskan dirinya tidak pernah menyebut kata-kata ada intervensi Jaksa Agung seperti dikutip salah satu media online.
"Saya tidak pernah ucapkan ada intervensi (Jaksa Agung) dan tidak pernah diwawancarai oleh wartawan itu," ucapnya.
Saat Tanak menjadi Kepala Kejati Sulteng, dirinya ikut menelisik perkara Ponulele terkait dugaan korupsi proyek pembangunan kolam renang Bukit Jabal Nur di Kecamatan Mantikolore, Kota Palu diduga merugikan negara Rp 2,9 miliar. Proyek dinilai cacat hukum karena tidak tercantum dalam APBD Sulteng tapi dikerjakan dengan menggunakan dana dari APBD.
Namun, setelah Tanak dimutasi sebagai Direktur TUN pada Jamdatun Kejagung perkara itu dihentikan. Adapun, penganti Tanak sebagai Kajati Sulsel yakni Isran Yogi Hasibuan.
Sedangkan perkara Paliudju terkait korupsi dana operasional Gubernur Sulteng tahun 2006-2011 dan TPPU ini. Kini Paliudju dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp7,78 miliar subsider 4 tahun penjara.
Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Palu justru memutus bebas. Jaksa penuntut umum (JPU) selanjutnya mengajukan kasasi dan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan Nomor : 1702K / Pid.Sus / 2016 tanggal 17 April 2017 dengan vonis penjara 7 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti Rp7,78 miliar subsider 3 tahun penjara.(bh/ams) |