JAKARTA, Berita HUKUM - Fraksi Partai Gerindra menyatakan penolakannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2017. F-Gerindra menilai, capaian pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini jauh dari target yang ditetapkan. Sehingga penting untuk terus diberikan kritik dan masukan, agar selalu ada suplemen perbaikan untuk pembangunan di masa mendatang.
Demikian dikatakan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat membacakan pandangan fraksinya pada Rapat Paripurna, dengan agenda Pandangan Fraksi-Fraksi atas Pokok-Pokok Keterangan Pemerintah Mengenai RUU Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2017. Rapat yang digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/7) itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto.
Heri melanjutkan, F-Gerindra menyatakan tidak setuju atas RAPBN-P TA 2017 karena ruang fiskal yang tersedia sangat sempit. Namun demikian F-Gerindra mempersilahkan pemerintah menjalankan keyakinannya dalam RAPBN-P TA 2017. Dijelaskan sebelumnya, bahwa dua dari tiga fungsi APBN, yaitu sebagai instrumen redistribusi pendapatan dan instrumen untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi, hanya efektif jika APBN mempunyai ruang fiskal yang lebar.
Ia pun memberikan catatan atas kinerja pemerintah saat ini, yang diantaranya ekonomi Indonesia selama tahun 2017 tercatat tumbuh sebesar 5,07 persen. Capaian ini di bawah target APBN 2017 sebesar 5,2 persen. Namun capaian pemerintah yang hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07 persen kurang memenuhi ekspektasi rakyat.
"Padahal pemerintah telah diberi kesempatan untuk membelanjakan anggaran pembangunan hingga Rp2.133,29 triliun, sesuai postur belanja pada APBN-P TA 2017," tegas Heri.
Selain itu, rasio realisasi belanja APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahun mengalami kontraksi. Tahun Anggaran 2014 rasio realisasi belanja sebesar 16,7 persen, sementara pada Tahun Anggaran 2017 rasio realisasi belanja turun menjadi 14,7 persen atau mengalami kontraksi sebesar 2 persen dari PDB.
"Dan yang memprihatinkan, F-Gerindra memprediksi rasio realisasi belanja APBN 2018 terhadap PDB akan turun menjadi 14,12 persen dan tahun 2019 akan turun menjadi sebesar 13,7 persen. Sehingga, kinerja Pemerintah dalam realisasi belanja APBN selama lima tahun mengalami kontraksi sebesar 3 persen dari PDB," jelasnya.
Selain itu, realisasi penerimaan perpajakan pada APBN TA 2017 sebesar Rp1.343,5 triliun atau 9,9 persen dari PDB. Angka tersebut semakin jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) 2015-2019 sebesar 16 persen. Hal tersebut menempatkan APBN semakin tergantung dari utang.
"Tax ratio sebesar 9,9 persen adalah yang terendah dalam 10 tahun, sekaligus menunjukkan kinerja pemerintah dalam memungut pajak sangat buruk," lanjutnya.
Atas sejumlah persoalan tersebut, maka F-Gerindra meminta pemerintah untuk lebih serius dalam perencanaan dan pelaksanaan APBN, dan seyogyanya lebih realistis dalam mematok asumsi-asumsi dalam perencanaan APBN, serta berupaya mendorong postur APBN yang surplus.(hs/sf/DPR/bh/sya) |