Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Opini Hukum    
 
Pemilu
Tidak Ada Landasan Konstitusionalnya untuk Menunda Pemilu
2022-03-08 21:47:07

Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc.(Foto: Istimewa)
Oleh: Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc.

PRESIDEN JOKOWI hari ini memberikan tanggapan atas wacana penundaan pemilu yang berimplikasi pada habisnya masa jabatan penyelenggara negara mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Presiden menegaskan bahwa semua orang, wajib taat dan patuh pada konstitusi, UUD 45. Usul Ketua Umum tiga parpol untuk menunda pemilu, boleh saja dikemukakan di dalam negara demokrasi, sebagai bagian dari kebebasan mengemukakan pikiran dan pendapat.

Namun, sesuai pandangan Presiden agar kita semua taat dan patuh pada konstitusi, maka usul Cak Imin, Zulkifli Hasan dan Airlangga itu adalah usul yang tidak mungkin dapat dilaksanakan. Jika dilaksanakan, maka penundaan pemilu itu menabrak Pasal 22E ayat (1) UUD 45 yang memerintahkan agar pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.

Konsekuensi dari penundaan itu, jabatan-jabatan kenegaraan yang harus diisi dengan pemilu juga berakhir. Maka terjadilah kevakuman kekuasaan, karena begitu jabatan berakhir setelah lima tahun, para pejabat tersebut, mulai dari Presiden sampai anggota DPRD telah menjadi mantan pejabat, alias tidak dapat melakukan tindakan jabatan apapun atas nama jabatannya.

Kalau para mantan pejabat itu memaksa bertindak sebagai seolah-olah pejabat yang sah, maka rakyat berhak untuk membangkang kepada mereka. Jika keadaan seperti itu terjadi, maka akan terjadilah anarki, semua orang merasa dapat berbuat apa saja yang diinginkannya. Negara akan berantakan karenanya. Tertib hukum lenyap samasekali.

Kalau Presiden mengatakan kita harus taat dan patuh pada konstitusi, maka kita tidak punya pilihan kecuali melaksanakan pemilu sesuai jadwal. Pemilu bisa saja diselenggarakan secara lebih sederhana, misalnya menggunakan digital election memanfaatkan teknologi informasi yang ada sekarang. Bisa saja orang nyoblos pileg dan pilpres dengan menggunakan HP. Kampanye sederhana,menghitungnya cepat, kecurangan dapat diminimalkan.

Kalau mau menunda pemilu harus ada landasan konstitusionalnya. Cara paling mungkin untuk itu hanya melakukan amandemen UUD 45. Tanpa amandemen, maka penundaan pemilu adalah pelanggaran nyata terhadap UUD 45. Risiko pelanggaran terhadap UUD 45 adalah masalah serius.

Presidenpun jika melanggar UUD 45 bisa dimakzulkan oleh MPR. Tentu setelah melalui proses pemakzulan sebagaimana diatur di dalam UUD 45. Sekarang, pihak mana yang mau melakukan amandemen terhadap UUD 45?

Kita hendaknya tidak bermain-main dengan sesuatu, kalau hal itu kita sadari sebagai salah satu bentuk pelanggaran terhadap UUD 45.

Penulis adalah Pakar Hukum Tata Negara dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang.(abadikini/bh/sya)


 
Berita Terkait Pemilu
 
KPUD Provinsi Sulawesi Utara Diduga Sewenang-wenang, DKPP Diminta Ambil Tindakan Tegas
 
Apresiasi Putusan MK Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, HNW Berharap MK Juga Konsisten Dengan Tolak Permohonan Sistem Pemilu Tertutup
 
HNW, Wakil Ketua MPR: Putusan PN Jakarta Pusat Untuk 'Menunda Pemilu', Melanggar Konstitusi dan UU Pemilu, Harus Dikoreksi
 
Berkaca Pada 2 Putusan Terakhir, HNW Minta MK Juga Konsisten dengan Tolak Ubah Sistem Pemilu Jadi Tertutup
 
Sjarifuddin Hasan: Netralitas Penyelenggara Pemilu dan Pemerintah serta Aparatnya Harus Dijaga
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Benny Rhamdani Geram, Pekerja Migran Indonesia Dimintain Biaya Paspor Rp 8 Juta oleh LPK
Profesi Guru Harus Mendapat Perlindungan Hukum dalam Menjalankan Tugas
Kurniasih Nilai Pemotongan Gaji 25 Persen Buruh Padat Kerja Memberatkan
Polri Siap Tindak Tegas Impor Pakaian Bekas alias 'Lelong'
Sisa Makanan, Plastik, dan Kertas Komposisi Sampah Paling Dominan
Mendag Zulkifli Hasan akan Bakar Barang Sitaan Pakaian Bekas Impor Senilai 30 Miliar
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Hanura Usul Pembentukan UU Pembuktian Terbalik Soal Harta Kekayaan Pejabat Negara
HNW, Wakil Ketua MPR: Putusan PN Jakarta Pusat Untuk 'Menunda Pemilu', Melanggar Konstitusi dan UU Pemilu, Harus Dikoreksi
Legislator Ajak Masyarakat Hindari Isu SARA di Pemilu 2024
Bareskrim Polri Rilis Pemulangan DPO Peredaran Gelap Narkoba 179 Kg Sabu dari Malaysia, AA Juga Ternyata Pedagang Ikan
Polri dan Bea Cukai Teken PKS Pengawasan Lalu Lintas Barang Masuk RI, Cegah Kejahatan Transnasional
Bentrok TKA China di Morowali, Komisi VII Minta Izin PT GNI Dicabut
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]