Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Perdata    
 
Perkara Asuransi
Perusahaan Asuransi GEGII Terbukti Langgar Hukum, Korban Minta OJK Beri Sanksi Tegas
2024-11-05 23:44:17

Kuasa hukum PT Rajawali Bara Makmur (PT RBM) Fatiatulo Lazira, S.H.(Foto: Istimewa)
JAKARTA, Berita HUKUM - Kuasa hukum PT Rajawali Bara Makmur (PT RBM) Fatiatulo Lazira, mengecam pernyataan perusahaan asuransi PT GEGII (Great Eastern General Insurance Indonesia) yang menuduh kliennya sembunyikan fakta material dalam proses penutupan asuransi. Menurutnya, tuduhan itu tidak berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

"Kami menilai, PT GEGII memutarbalikkan fakta. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dalam Perkara No. 209/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst, terbukti bahwa PT. GEGII tidak menerapkan tata kelola perusahaan yang baik pada saat penutupan asuransi. Atas pertimbangan itu, pengadilan menyatakan PT GEGII terbukti melakukan perbuatan wanprestasi (ingkar janji) dan menghukumnya untuk membayar klaim asuransi klien kami," kata Fatiatulo Lazira, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11).

Fati membeberkan perkara berawal, penolakan klaim asuransi PT. GEGII karena terjadi perbedaan penafsiran fakta meterial tentang penghitungan rasio kerugian (loss ratio) dan loss record (pengalaman klaim), dimana loss ratio dapat dihitung dari klaim asuransi yang dibayarkan (incurred claim) ditambah biaya penyesuaian (adjustment expenses) kemudian dibagi dengan total premi yang diperoleh (total premium earned). PT. GEGII beralasan, PT. RBM yang diwakili oleh PT. Sukses Utama Sejahtera (PT. SUS) tidak mengungkap informasi/fakta material terkait peristiwa kecelakaan kandasnya Kapal BG Charles 209 yang mengangkut muatan batu bara milik PT RBM yang terjadi pada 24-25 Desember 2022, sehingga mengakibatkan tumpahnya muatan batu bara milik PT. RBM ke lautan. Faktanya, PT RBM belum mendapat konfirmasi pembayaran klaim atas kecelakaan pada 24-25 Desember 2022, sehingga penghitungan rasio kerugian (loss ratio) pada saat penutupan asuransi adalah nol.

"Perbedaan penafsiran ini seharusnya tidak terjadi, kalau dari awal pada saat penutupan asuransi, PT. GEGII sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana diwajibkan oleh ketentuan hukum yang berlaku, dimana berdasarkan Pasal 32 POJK 22/2023, mewajibkan PUJK memberikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian, baik pada saat melakukan kegiatan pemasaran dan sebelum menandatangani perjanjian," jelasnya.

Menurut Fati, PT RBM selaku tertanggung yang diwakili oleh PT. SUS selaku broker, telah mengungkapkan fakta material secara jujur kepada PT. GEGII selaku penanggung, termasuk diantaranya bahwa rasio kerugian (loss ratio) PT. RBM selama 5 (lima) tahun terakhir dan diperbaharui menjadi 3 (tiga) tahun adalah nol, serta bahwa PT. RBM juga memiliki asuransi dengan perusahaan asuransi lain saat itu.

"Pada saat penutupan asuransi, klien kami sudah mengungkapkan informasi yang benar sesuai dengan formulir placing slip, dan PT. GEGII tidak pernah melakukan identifikasi dan verifikasi informasi tersebut (customer due diligence), baik dalam bentuk wawancara maupun survey, sehingga klien kami merasa bahwa informasi yang disampaikan sudah cukup. Giliran klien kami mengajukan klaim, baru sekarang dicari-cari kesalahan untuk menolak klaim," jelas Fati Lazira.

Ia menegaskan, pada saat penutupan asuransi, menurut hukum perusahaan asuransi wajib menerapkan identifikasi dan verifikasi atas dokumen pendukung (customer due diligence) terhadap konsumen, sebagai wujud penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer/KYC) serta dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen. Secara teknis, merujuk pada POJK 22/2023, contoh menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon konsumen dan/atau konsumen dengan fakta yang sebenarnya antara lain mencocokkan kesesuaian tempat tinggal konsumen dengan data pada identitas konsumen, melakukan survei yang memadai, dan wawancara terhadap konsumen untuk meneliti dan meyakini kebenaran informasi yang terdapat dalam dokumen yang disampaikan oleh konsumen.

"Kalau perusahaan asuransi sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan hukum asuransi dan hukum di sektor jasa keuangan, perbedaan penafsiran terkait loss ratio maupun loss record, seharusnya tidak terjadi. Ketidakcukupan proses seleksi risiko yang dilakukan pada saat penutupan asuransi, maka tindakan tersebut dikualifikasi sebagai risiko asuransi dan tidak dapat menjadi alasan penolakan klaim asuransi," paparnya.

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44/POJK.05/2020 Tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, risiko asuransi adalah risiko kegagalan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi atau kontribusi, penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim.

Ia pun mengingatkan PT GEGII, bahwa UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sudah mengatur bahwa perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim dengan alasan yang masih berkaitan dengan penutupan asuransi.

Terungkap Fakta, PT GEGII Menunjuk Surveyor Tidak Sesuai Polis

Fati juga menerangkan bahwa pada saat PT. RBM mengajukan klaim, PT GEGII menunjuk surveyor yang tidak disepakati dalam polis asuransi.

"Di persidangan, terungkap fakta bahwa terdapat 4 (empat) Nominasi Loss Adjuster & Marine Surveyor di dalam polis asuransi, akan tetapi PT. GEGII justru menunjuk pihak lain di luar polis. Tindakan ini jelas menunjukkan ketidakpatuhan dan bertentangan dengan hukum," jelasnya.

Mengingat hal tersebut, Fati meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada PT. GEGII, berupa pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya; atau pencabutan izin produk dan/atau layanan.

"OJK sebagai lembaga representasi negara yang dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, harus melakukan tindakan hukum terhadap PT GEGII, agar tidak menjadi preseden yang menimbulkan semakin banyak korban di sektor asuransi seperti yang sering terjadi," pintanya.(*/bh/amp)


 
Berita Terkait Perkara Asuransi
 
Perusahaan Asuransi GEGII Terbukti Langgar Hukum, Korban Minta OJK Beri Sanksi Tegas
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Kata Meutya Hafid soal Pencopotan Prabu Revolusi dari Komdigi
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan
Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru
Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun
Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi
Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan
Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun
Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba
Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada
Kejagung Kembali Sita Hasil TPPU Kasus Korupsi Korporasi Sawit, Jumlah Mencapai Rp 1,1 Triliun
Perusahaan Asuransi GEGII Terbukti Langgar Hukum, Korban Minta OJK Beri Sanksi Tegas
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]