ACEH, Berita HUKUM - Ada kesan diulur-ulur dalam pembahasan Qanun No.8/2012 tentang Wali Nangroe dan Qanun No.3/2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Itu disebabkan buruknya komunikasi politik Pemerintah Aceh dengan Mendagri.
Hal itu dikatakan Dosen FISIP Komunikasi Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Kamaruddin Hasan MSi, yang dihubungi pewarta BeritaHUKUM.com melalui telepon, Jum'at (27/9).
"Pembahasan ini terkesan diulur-ulur karena pemerintah Aceh tidak melakukan lobi-lobi politik yang maksimal dengan Mendagri," katanya.
Padahal, bila pemerintah Aceh sejenak saja mau bertahan mendukung partai berkuasa di negeri ini, pasti proses pembahasan serta pengesahannya tidak akan berlarut-larut seperti sekarang ini.
"Ironinya, pemerintah Aceh justru secara terang-terangan mendukung partai lain," ujarnya.
Bukan hanya itu, menurutnya pemerintah Aceh juga kurang mensosialisasikan kedua qanun itu sampai ke level bawah yaitu masyarakat. Sehingga, berbagai aksi penolakan pun muncul di berbagai wilayah misalnya penolakan yang terjadi di dataran tinggi Tanah Gayo, dan wilayah lainnya.
Sebenarnya kedua qanun itu sangat penting bagi martabat Aceh, namun karena persoalan buruknya komunikasi yang dilakukan pemerintah Aceh dengan Mendagri.
"Akibatnya program-program pembangunan lainnya di Aceh tidak berjalan dengan baik," pungkas dosen kelahiran kota Pantonlabu, Tanah Jamboaye, Aceh Utara ini.(bhc/sul) |