Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Perdata    
 
Proyek Kereta Cepat
Digugat Gegara Berita Utang Kereta Cepat, KompasTV Cari Solusi ke Dewan Pers, Forum Pemred dan AJI
2023-05-13 06:33:57

Ilustrasi. Tampak pembangunan jalur Rel Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung.(Foto: BH /sya)
JAKARTA, Berita HUKUM - Audiensi telah diadakan oleh redaksi KompasTV dengan sejumlah pemangku kepentingan pers di Indonesia dengan Forum Pemred, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan bertemu Ketua Dewan Pers di Gedung Dewan Pers Jakarta.

Pembahasan audiensi terkait dengan isu kemerdekaan pers dan upaya bersama menjaga kualitas jurnalistik di Indonesia. Seperti diketahui, redaksi KompasTV dan Kompas.com telah digugat oleh seorang YouTuber.

Gugatan tersebut dilayangkan karena media terkait mengunggah tentang utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membengkak Rp. 8,5 Triliun di akun YouTube masing-masing.

Pemimpin Redaksi KompasTV Rosianna Silalahi menjelaskan bahwa seluruh materi visual yang digunakan dalam berita yang dibuat diambil dari akun YouTube resmi PT KCIC.

Segala upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini sejak April lalu, termasuk membuka komunikasi dengan pihak PT KCIC dan Youtube.

Pihak Kompas digugat untuk membayar sebesar Rp 1,3 miliar oleh salah satu dari 25 content creator binaan PT KCIC.

"Pihak YouTuber melalui pengacaranya meminta kami membayar uang senilai 200 juta rupiah per video yang jika ditotal sekitar 1,3 miliar rupiah, dan itu diketahui pihak PT KCIC. Menurut PT KCIC YouTuber yang menggugat kami adalah salah satu dari 25 content creator binaan PT KCIC," ujar Rosianna.

Meski telah berdiskusi dan bertanggung jawab secara moril, namun Rosianna menilai bahwa ada potensi ancaman terhadap kebebasan pers gaya baru dengan menggunakan global platform dalam hal ini YouTube. Sehingga hal itu bisa menjadi perhatian guna menjaga kemerdekaan pers di era digital.

Sementara itu, apa yang dialami oleh KompasTV terkait pemberitaan utang Kereta Cepat Indonesia China juga disesalkan oleh Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. Permasalahan tersebut seharusnya dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Ninik juga menambahkan bahwa Dewan Pers sudah membuat regulasi untuk menghadapi era digital khususnya terkait pers.

Sehingga tidak akan ada penyelesaian yang dilakukan dengan cara-cara intimidatif pemerasan dengan meminta pembayaran sejumlah uang dan sebagainya jika itu konflik pemberitaan, penyelesaiannya adalah dengan UU 40.

Senada dengan Ketua Dewan Pers, Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad juga menilai kejadian terhadap KompasTV harus menjadi perhatian dan perlu ada upaya bersama dari para pemangku kepentingan Pers Indonesia agar hal serupa tidak akan terjadi lagi.

"Terima kasih Redaksi KompasTV sudah bersedia bercerita apa yang dialaminya terkait pemberitaan KCIC. Harus ada antisipasi agar tidak mengusik kebebasan pers di Tanah Air," ujar Arifin.

Sementara, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim menilai ada ancaman kemerdekaan pers di kasus tersebut.

"Apalagi kita tahu dalam penggunaan konten sebelumnya yang positif tidak dipersoalkan. Ketika beritanya kritis dipersoalkan. Kita menduga ada kontrol informasi yang ingin dilakuan KCIC. Saya pikir ini tidak tepat dan tidak sesuai mekanisme UU Pers," jelas Sasmito.(viva.co.id/bh/sya)


 
Berita Terkait Proyek Kereta Cepat
 
Digugat Gegara Berita Utang Kereta Cepat, KompasTV Cari Solusi ke Dewan Pers, Forum Pemred dan AJI
 
Legislator Sesalkan Tambahan PMN Rp3,2 T untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
 
KNKT dan Kepolisian Harus Lakukan Investigasi Anjloknya Kereta Konstruksi KCJB
 
Legislator Sayangkan Minimnya Kajian Mengenai Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung
 
Biaya Kereta Cepat Membengkak, Wakil Ketua MPR: Saatnya Evaluasi Proyek-proyek Mercusuar
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]