Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Nusantara    
 
Jakarta
Upah Jurnalis di Jakarta Masih Dibawah Standar Upah Layak
Friday 03 May 2013 09:59:18

Ilustrasi.(Foto: Ist)
JAKARTA, Berita HUKUM - Hari buruh internasional pada 1 Mei, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyusun upah layak jurnalis tahun 2013 dan melakukan survei upah para jurnalis di Jakarta saat ini. Pada tahun ini AJI Jakarta menetapkan standar upah layak tahun ini sebesar Rp 5,4 juta. Standar upah layak ini berlaku untuk jurnalis setingkat reporter dengan pengalaman kerja selama satu tahun.

Penetapan upah ini dilakukan setelah menyusun berbagai komponen dan harga kebutuhan hidup layak sesuai dengan ketetapan peraturan yang berlaku. AJI Jakarta menyusun upah layak ini terdiri 40 jenis kebutuhan riil para jurnalis setiap bulan berdasarkan harga yang berlaku pada saat ini. Jumlah komponen kebutuhan ini dibawah komponen upah yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.13 Tahun 2012) yang mencapai 60 jenis Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Peraturan mengenai KHL telah diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan­. Pembahasan lebih dalam mengenai ketentuan KHL, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pentahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Namun, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 direvisi oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 tentang Perubahan Penghitungan KHL.

Kenyataannya rata-rata upah jurnalis di Jakarta saat ini masih di bawah standar upah layak. Sebagian besar media di Jakarta menggaji jurnalisnya dikisaran Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per bulan. Bahkan ada media di Jakarta menggaji di bawah Upah Minimum Provinsi di Jakarta sebesar Rp 2,2 juta. Dalam survei upah tahun ini, tercatat Bisnis Indonesia dan Jakarta Post memberikan upah sesuai dengan standar upah layak jurnalis untuk tingkat reporter tahun ini.

Dalam riset AJI Jakarta, berdasarkan data Bloomberg dan data lainnya, pengeluaran perusahaan untuk gaji jurnalisnya masih sangat rendah. Ini bisa dilihat dari rasio penjualan (sales) media terhadap pengeluaran gaji jurnalis. Di grup Jawa Pos, rasio sales terhadap gaji jurnalisnya, berdasarkan keterangan petinggi media Grup Jawa Pos di situs blog Dahlan Iskan (thedahlaniskan­way.wordpress.c­om) hanya sebesar 8%. Sedangkan di Tempo Media Grup (PT Tempo Inti Media Tbk) rasionya 12,39% pada 2012. Bandingkan dengan media di Malaysia (Star Publication) yang mencapai 18,3%. Kondisi ini jauh di bawah Singapura (Singapore Press Holding) 29,3% dan Australia (Fairfax Media) 37,12%.

Politisasi Kian Menggila

Tahun 2013 adalah tahun politik. Setahun lagi, bangsa Indonesia akan menentukan masa depannya dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden beserta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sudah tentu, persaingan merebut kekuasaan di jajajran eksekutif maupun legislatif ini akan menggunakan seluruh sumber daya maupun sarana yang dimiliki Partai maupun Tokoh Partai untuk berkampanye dan merebut simpati rakyat. Tidak terkecuali, sarana yang sangat rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis adalah media massa.

Kondisi inilah yang sangat mencemaskan AJI Jakarta. Melihat kondisi dimana pemusatan kepemilikan media di tangan segelintir pengusaha sekaligus politisi semakin kental, AJI Jakarta sangat khawatir independensi ruang redaksi berada dalam bahaya besar Gencarnya upaya menjadikan media sebagai alat kampanye dan propaganda para pemilik media yang sedang sibuk berkampanye menjelang pemilu 2014, akan membuat para jurnalis berada dalam posisi yang dirugikan. Jurnalis akan mengalami situasi harus melakukan banyak peliputan yang sesungguhnya tidak terkait dengan kepentingan publik, tetapi lebih didominasi kepentingan pemilik media. Begitu pula dalam proses pengolahan berita di ruang redaksi, besar kemungkinan akan banyak terjadi intervensi agar berita yang disajikan masyarakat “sesuai” dengan kepentingan politik pemilik media.

Tentu saja, situasi diatas akan menjadi malapetaka bagi masa depan dunia pers Indonesia. Industri media selaku pengemban fungsi luhur pers sangatlah berbeda dengan industri di sektor lain. Industri media adalah pengemban amanat UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yaitu sebagai wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip­ demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Media hanya akan bisa mengemban amanat luhurnya sepanjang kesucian independensi ruang redaksi senantiasa dijaga.

Ironisnya, disaat superioritas para pemilik media semakin keterlaluan bahkan hingga mengancam independensi ruang redaksi, kondisi taraf kesejahteraan hidup jurnalis semakin memprihatinkan.­ Di Jakarta saja, AJI Jakarta melihat sebagian besar upah jurnalis masih jauh dibawah standar upah layak AJI Jakarta yang tahun ini sebesar Rp 5,4 juta. Lebih menyedihkan lagi, AJI Jakarta masih menemukan sebagian jurnalis digaji jauh dibawah besaran Upah Minimum (UMP) Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 2.200.000,00. Padahal UMP DKI Jakarta adalah ketentuan hukum yang wajib dipatuhi semua perusahaan media yang beroperasi di Jakarta sebagaimana perusahaan di sektor lain. Ini tegas ditekankan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan­.

Kondisi ini sangat tidak kondusif dalam menciptakan iklim jurnalisme yang sehat di Indonesia. Rendahnya kesejahteraan jurnalis akan membuat jurnalis lemah dalam melawan mendapat godaan suap dalam bentuk apapun dari narasumber. Ini juga menjadi kondisi yang sangat berbahaya bagi kebebasan pers karena pers dapat dikendalikan oleh kepentingan narasumber, tidak lagi mengabdi kepada kepentingan publik.

Melihat betapa beratnya tantangan bagi dunia pers Indonesia kedepan, AJI Jakarta mengajak para jurnalis yang bekerja di berbagai perusahaan pers untuk terus memperkuat konsolidasi diri di serikat pekerja pers. Ajakan ini bagi yang sudah memiliki serikat pekerja di perusahaan pers tempat dirinya bekerja. Sedangkan bagi yang belum, AJI Jakarta mengajak rekan-rekan jurnalis untuk tidak lagi berjuang secara individual, namun berjuang secara kolektif bersama-sama membentuk dan memperkuat serikat pekerja.

Mengapa keberadaan serikat pekerja sangat vital untuk mengatasi berbagai tantangan diatas? Karena secara hukum, keberadaan serikat pekerja diakui dan dilindungi keberadaannya dalam melakukan berbagai upaya mengatasi tantangan di atas. Sesuai UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja dan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan­, serikat pekerja berhak untuk mewakili dan mengatas namakan seluruh karyawan untuk memulai perundingan dan membuat kesepakatan atau perjanjian mengikat dengan pengusaha media yang disebut Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Keberadaan serikat pekerja menjadi keharusan agar para jurnalis bisa membuat PKB dengan pengusaha media. Melalui PKB inilah, diharapkan aturan main proses produksi sebuah berita bisa dibentengi dari intervensi siapapun, termasuk pemilik media. Melalui PKB inilah, hubungan kerja yang lebih adil dan sejahtera bagi para jurnalis, secara perlahan-lahan dapat diperjuangkan.

Sayangnya, kasus Luviana dan Sekar IFT yang terjadi pada tahun lalu, menunjukkan secara gamblang bahwa ancaman kebebasan berserikat di perusahaan pers masih mengintai setiap saat. Masih banyak pemilik media yang tak mau dominasinya diganggu gugat, bersikap mengancam terhadap keberadaan Serikat Pekerja sehingga memberangus serikat (Union Busting). Kondisi ini semakin diperkuat lemahnya fungsi pengawasan dari aparat pemerintah di bidang ketenagakerjaan­. Sensitivitas aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan akan betapa besarnya kejahatan Unios Busting juga masih amat rendah.

Kondisi inilah yang membuat AJI Jakarta, FSPMI dan LBH Pers turun ke jalan melakukan aksi MayDay bersama para buruh. Dalam peringatan hari buruh 2012 ini, AJI Jakarta menyatakan sejumlah sikap sebagai berikut:

1. AJI Jakarta mengecam para pengusaha media yang mencoba memperalat jaringan media yang dimilikinya untuk kepentingan politik praktis dan mendesak praktik semacam ini segera dihentikan.

2. AJI Jakarta menuntut institusi regulator media seperti Dewan Pers dan KPI sungguh-sungguh­ mengawasi dan menegakkan aturan hukum dalam hal memantau jalannya pemberitaan sepanjang tahun 2013 hingga usai pemilu 2014 agar bersikap adil, tidak partisan, dan tidak menyimpang dari kepentingan publik yang sesungguhnya. Pengawasan dan penegakan hukum ini harus dilakukan secara cermat agar tidak mengancam kemerdekaan pers.

3. AJI Jakarta mengajak berjuang rekan-rekan jurnalis untuk secara kolektif bersama-sama berjuang membentuk dan menumbuh suburkan perkembangan serikat pekerja di industri media.

AJI Jakarta menyatakan upah layak jurnalis tahun 2013 sebesar Rp 5,4 juta per bulan. Kami mendesak upah layak ini dijadikan acuan bagi perusahaan media dalam memberikan upah minimal kepada jurnalis setingkat reporter dengan pengalaman kerja satu tahun dan baru saja diangkat menjadi karyawan tetap.(bhc/rat)


 
Berita Terkait Jakarta
 
Omzet Toko Daging Dharma Jaya di Kembangan Capai Ratusan Juta
 
Presiden dan Wakil Presiden RI Hadiri Resepsi Pernikahan Putri Anies Baswedan
 
Gelar Acara 'Jakarta Menyapa', Gubernur Anies Apresiasi Peran Kader PKK Menjaga Kesejahteraan Keluarga
 
Survei CSIS Bertolak Belakang dengan Data BPS, Tingkat Kesempatan Kerja di DKI Jakarta Meningkat
 
KPw BI DKI Jakarta Sebut Transaksi Digital QRIS di Jakarta Luar Biasa
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Oknum Notaris Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan Penggelapan Dokumen Klien
Kuasa Hukum Mohindar H.B Jelaskan Legal Standing Kepemilikan Merek Polo by Ralph Lauren
Dewan Pers Kritik Draf RUU Penyiaran: Memberangus Pers dan Tumpang Tindih
Polisi Tetapkan 4 Tersangka Kasus Senior STIP Jakarta Aniaya Junior hingga Meninggal
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]