Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Pemilu    
 
Pemilu
Syarat Penyertaan LHKPN CaLeg dan Mantan Terpidana Korupsi Jadi Bahasan Menarik
2018-04-05 19:28:44

Ketua KPU Arief Budiman saat acara Uji Publik Rancangan Peraturan KPU ttg Pencalonan Peserta Pemilu 2019.(Foto:
JAKARTA, Berita HUKUM - Uji publik Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota 2019 mengerucut pada dua isu utama, rencana mewajibkan penyertaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) serta tidak dicalonkannya mantan terpidana korupsi, bandar narkoba serta kejahatan seksual anak sebagai calon Legislatif (caLeg) 2019.

Dua hal ini yang banyak dipertanyakan oleh para peserta rapat yang berasal dari partai politik serta aktivis kepemiluan diacara yang digelar di Ruang Rapat KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta pada, Kamis (5/4).

Seperti yang ditanyakan Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Chris Taufik yang menganggap aturan ini baik namun perlu dikaji lebih jauh efektivitas dan kemudahan bagi caleg saat mengurusnya.

Dia juga menganggap caleg yang notabene belum pasti menduduki jabatan publik sebaiknya melaporkan LHKPN setelah dinyatakan terpilih. "Selain itu ini terkait kesanggupan KPK menerima semua laporan. Menurut saya bukti SPT pajak sudah cukup," kata Chris.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat, Andi Nurpati yang menganggap LHKPN sebaiknya diperuntukkan bagi caleg yang sudah terdaftar. Juga disampaikan Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Sutrisno Iwantono yang meminta agar aturan ini tidak diberlakukan.

Sementara itu, Ketua Bidang Pemenangan Presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Sukmo Harsono juga menganggap, kewajiban menyerahkan LHKPN bagi caleg tersebut tak punya dasar.

"Tidak ada dasar hukumnya. Bagaimana caleg yang bukan aparat negara, bahkan mungkin hanya seorang santri harus membuat LHKPN kepada KPK," ujar Sukmo.

Sukmo menyarankan agar KPU membatalkan rencananya tersebut. Sebab, itu justru akan mengacaukan kontestasi yang ada. "Lebih baik KPU membatalkan rencana aturan ini. Jika syarat ini diwajibkan sehingga bisa menggugurkan caleg, sungguh berbahaya aturan ini," kata dia.

Hal berbeda disampaikan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz serta Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wulandari, yang menganggap aturan melampirkan LHKPN baik bagi integritas caleg. Mereka pun tak sependapat dengan alasan pengurusan LHKPN merepotkan. "Kalau merepotkan tidak karena LHPKN sekarang sudah bisa melalui online dan itu cepat," ucap Wulandari.

Dalam diskusi juga mengemuka dukungan serta penolakan terhadap rencana tidak diusungnya calon mantan terpidana korupsi, bandar narkoba serta kejahatan seksual anak di Pemilu 2019. Pihak yang sepakat menganggap aturan ini sejalan dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan diisi orang-orang terbaik. "Karenanya kita perlu mulai mengatur itu sejak awal dan ini terobosan baik," ujar Pendiri sekaligus penasehat Constitutional and Electoral Reform Center (Correct), Hadar Nafis Gumay.

Sementara bagi pihak yang menentang, aturan ini dianggap membatasi ruang bagi calon, sementara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut memperbolehkan mantan terpidana untuk ikut dalam proses pemilihan.

Lain dari itu, pembahasan dua PKPU juga membicarakan tentang tidak disertakannya logo partai baru dalam surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden 2019 serta potensi calon tunggal dan pencegahannya atau masalah belum meratanya masyarakat memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTPel).

Menanggapi semua pertanyaan dan masukan dari peserta uji publik, Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan bahwa KPU tetap mengacu pada aturan Undang-undang (UU) pemilu saat menyusun dua PKPU tersebut. Seperti soal usulan mengganti calon dengan status tersangka pada proses pencalegan, menurut dia tidak dapat dilakukan sebab itu dapat mengganggu jalannya tahapan. "Bagaimana kalau penetapan tersangkanya jelang pemungutan suara, (kondisi ini) juga negara dirugikan karena sejak dia ditetapkan peserta kemudian harus diganti sudah berapa biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan alat peraga kampanye dan sebagainya," tutur Arief.

Juga tentang rancangan KPU yang tidak membolehkan calon mantan terpidana korupsi ikut dalam pencalegan. Menurut dia hal ini juga telah sesuai dengan aturan. "Ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan bebas korupsi kolusi nepotisme (KKN), maka dengan beberapa fakta, data, kita masukkan dalam regulasi," tutup Arief.

Hasil uji publik selanjutnya jadi bahan bagi KPU saat menggelar konsultasi dengan Komisi II DPR serta pemerintah. Usulan yang ada akan dibahas dan disampaikan dalam forum yang digelar dalam bentuk rapat dengar pendapat (RDP) tersebut.(hupmaskpu/dianR/kompas/bh/sya)



 
Berita Terkait Pemilu
 
Usai Gugat ke MK, Mahfud MD dan Ari Yusuf Amir Adakan Pertemuan di Rumah Ketua MA?
 
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
 
Daftar Lengkap Perolehan Suara Partai Politik Pemilu 2024, Dan 10 Partai Tidak Lolos ke Senayan
 
DPD RI Sepakat Bentuk Pansus Dugaan Kecurangan Pemilu 2024
 
Nyaris Duel, Deddy Sitorus PDIP dan Noel Prabowo Mania saat Debat di TV Bahas Pemilu
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Apresiasi Menlu RI Tidak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel
Selain Megawati, Habib Rizieq dan Din Syamsuddin Juga Ajukan Amicus Curiae
TNI-Polri Mulai Kerahkan Pasukan, OPM: Paniai Kini Jadi Zona Perang
RUU Perampasan Aset Sangat Penting sebagai Instrument Hukum 'Palu Godam' Pemberantasan Korupsi
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Di Depan Jokowi, Khatib Masjid Istiqlal Ceramah soal Perubahan
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Dukung Hak Angket 'Kecurangan Pemilu', HNW: Itu Hak DPR yang Diberikan oleh Konstitusi
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]