LONDON (BeritaHUKUM.com) – Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Martin Dempsey memperingatkan bahwa Amerika Serikat rentan dari serangan kejahatan cyber. Ia pun menyerukan tindakan yang lebih agresif untuk melindungi pertahanan online AS.
Pernyataan ini adalah komentar terbaru dari rangkaian peringatan para pejabat militer AS sebelumnya yang melihat keamanan cyber sebagai titik perhatian utama. Apalagi Pentagon menolak menaikkan anggaran.
"Kami kehilangan banyak hak kekayaan intelektual. Kami diserang setiap hari. Dan ini membutuhkan pendekatan pemerintah yang menyeluruh," kata Dempsey kepada sebuah forum di London dalam pidato di London, Inggris, eperti dikutip smh.com.au, Kamis (1/12).
Sebuah laporan yang dirilis intelijen AS pada akhir November, mengidentifikasi Cina dan Russia sebagai negara-negara yang paling aktif dan getol menggunakan spionase cyber, guna mencuri rahasia dagang dan teknologi AS. Namun pencurian data hanyalah satu dari sekian keprihatinan.
Para pejabat AS telah meningkatkan peringatan mereka mengenai kemungkinan serangan cyber destruktif setelah virus komputer Stuxnet muncul pada 2010. Stuxnet diyakini telah melumpuhkan sentrifugal yang digunakan Iran, guna memperkaya uranium untuk apa yang dituduh AS dan sejumlah negara Eropa sebagai program pengembangan senjata nuklir secara terselubung.
"Kami tidak kebal dari pemaksaan di cyber. Dan kami harus memburunya. Kami tengah melakukannya. Tapi menurut pandangan saya, AS perlu bekerja lebih keras lagi untuk mengamankan fasilitas keamanan pertahanan dari serangan itu," kata Dempsey.
Serangan-serangan terbaru terhadap perusahaan-perusahaan AS seperti Google Inc, bursa saham Nasdaq, Lockheed Martin Corp, dan RSA (divisi keamanan jaringan dari EMC Corp), telah memberi alasan bagi pemerintah dan militer AS untuk memperbarui rasa kemendesakan mengenai mengatasi ancaman terhadap jejaring-jejaring komputer AS.(smh/sya)
|