Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Internasional    
 
Amerika Serikat
Mengapa Trump Biasanya Mencari Sorot Kamera Justru 'Menghilang' pada Hari-hari Terakhirnya Sebagai Presiden?
2020-11-24 06:59:48

AMERIKA SERIKAT, Berita HUKUM - Mengapa Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak banyak berbicara kepada publik akhir-akhir ini? Ia adalah sosok yang senang disorot. Namun selama 14 hari terakhir Trump tidak keluar dari Gedung Putih.

Inilah bagaimana Trump menghabiskan minggu-minggu terakhir di masa jabatannya.

Seorang Marinir AS, mengenakan sarung tangan putih dan topeng gelap, menjaga pintu masuk ke Sayap Barat awal pekan lalu. Trump saat itu tengah berada di ruang kerjanya yang biasa disebut sebagai Oval Office.

Namun Trump tidak terlibat dalam pekerjaan yang biasanya dilakukan seorang presiden AS pada akhir jabatan mereka.

Empat tahun lalu, Trump datang ke Oval Office. Ia menerima nasihat dari Barack Obama, presiden AS ke-44 yang akan dia gantikan kala itu.

Sebaliknya, saat ini Trump malah mengeluhkan hasil pilpres dan kerap menonton siaran televisi. Itu terlihat dari sejumlah cuitannya di Twitter.

Hari-hari Trump yang diisi dengan upaya mengasingkan diri setelah pilpres ini sangat kontras dengan yang ia lakukan sebelum pemungutan suara.

Saat itu, Trump sering bepergian. Dalam satu hari, dia pergi ke empat negara bagian. Trump berbicara dalam kampanye umum dan terlihat di TV hampir sepanjang waktu.

Trump sering bercanda tentang sikap tertutup dari saingannya, Joe Biden, atau "Joe Basement", begitu Trump memanggil Biden.

Sejak Biden dinyatakan menang, Trump bersembunyi di Gedung Putih. Trump muncul di depan kamera hanya pada dua kesempatan, yaitu di Pemakaman Nasional Arlington dan saat jumpa pers terkait Covid-19. Dalam dua peristiwa itu, ia tidak menjawab pertanyaan jurnalis.

Trump juga sempat muncul, Jumat (20/11), ketika mengumumkan kebijakan harga obat. Hari itu ia sebenarnya juga dijadwalkan mengambil bagian dalam pertemuan puncak isu politik Asia-Pasifik.

Trump juga tidak bisa menahan diri untuk menyambangi para pendukungnya yang berkumpul untuk memprotes hasil pilpres di Washington, Sabtu kemarin.

Dan pada akhir pekan ini, Trump melakukan perjalanan ke Virginia untuk bermain golf. Inilah tempat di mana ia merasa nyaman dan dicintai.

Walau mayoritas aktivitasnya kini tertutup dari sorotan publik, Trump tetap sibuk. Ia mengikuti One America News Network, saluran televisi kabel konservatif yang dikenal gemar menyiarkan konspirasinya.

Trump baru-baru ini juga memecat orang, yaitu Menteri Pertahanan Mark Esper dan Christopher Krebs, pejabat di bidang keamanan siber.

Esper belakangan ini menolak saran Trump agar mengerahkan pasukan untuk memadamkan protes di berbagai kota. Adapun Krebs berselisih paham dengan Trump soal kecurangan pilpres.

Trump juga terpantau mengawasi perubahan kebijakan, seperti pengurangan pasukan militer AS di Afghanistan dan Irak.

Berbagai kebijakan ini, yang dilakukan secara tertutup di Gedung Putih, akan berefek panjang pada AS dan negara lainnya. Ini tentu akan memperumit Biden saat dia mengambil alih jabatan presiden Januari mendatang.

Selain beberapa langkah dramatis ini, Trump memantau pekerjaan para pengacaranya yang tidak begitu berhasil menggugat hasil pilpres.

Menurut beberapa orang yang mengenal Trump, karena gugatan yang sedang bergulir itulah dia tidak menonjolkan diri akhir-akhir ini.

"Trump mencoba membiarkan gugatan hukum bermain sendiri," kata Kurt Volker, yang pernah menjabat sebagai utusan khusus presiden untuk Ukraina dan bersaksi atas upaya pemakzulan Trump oleh DPR yang dikendalikan Demokrat.

Ketika menggulirkan gugatan hukum pilpres, Trump menuduh lawan politiknya sebagai "Demokrat Kiri Radikal" yang ikut campur dalam pilpres.

Ini mencerminkan gaya presiden.

Trump, seperti yang dikatakan Volker, mengganggap berbagai hal sebagai serangan pribadi. Volker ingat pernah berbicara dengan Trump di Gedung Putih tentang kebijakan AS di Ukraina dan masalah lainnya.

Selama diskusi mereka, kata Volker, Trump berbicara seolah-olah orang-orang ingin memakzulkannya.

"Dia berkata mereka mencoba menjatuhkannya, siapa pun mereka. Dia merasa seperti memperjuangkan hal-hal yang ia yakini dan bahwa orang-orang bersekongkol melawannya," kata Volker.

Dalam beberapa pekan terakhir, para kritikus Trump cemas karena ia menolak membantu transisi pemerintahan.

"Sungguh situasi yang tragis melihat sesuatu seperti ini. Dia mendahulukan kepentingan dirinya ketimbang urusan rakyat Amerika," kata Lawrence Korb, yang menjabat sebagai asisten sekretaris pertahanan di era pemerintahan Ronald Reagan.

"Bahkan jika ia menolak hasil pilpres, ia semestinya tetap bisa mengarahkan orang-orang Biden dan menyiapkan mereka."

Namun, pendukung Trump tetap bersimpati kepadanya. Jutaan orang di seluruh AS memiliki pandangan yang sama dengannya. Hampir tiga perempat dari anggota dan simpatisan Partai Republik, menurut sebuah jajak pendapat, meragukan kemenangan Biden.

Sementara itu, banyak dari mereka yang bekerja di Gedung Putih terlihat pasrah pada nasib mereka dan bersiap menyongsong pemerintahan baru. Meja di Sayap Barat Gedung Putih tampak rapi.

Beberapa bagian kantor sudah hampir dibersihkan. Seorang staf membawa papan buletin dengan kenang-kenangan dari Gedung Putih, yang lainnya membawa sekotak coklat.

"Kami akan pergi berpesta," kata seseorang kepada saya sambil bergegas.

Seorang mantan pejabat Gedung Putih, ahli kebijakan luar negeri yang masih bekerja untuk pemerintah, mengatakan dia dan rekan-rekannya hanya menunggu akhir masa jabatan Trump.

"Tidak banyak yang bisa kami lakukan kecuali menonton bagaimana pemerintahan ini dikendalikan," katanya.(BBC/bh/sya)



 
Berita Terkait Amerika Serikat
 
DPR AS Lakukan Pemungutan Suara untuk Makzulkan Biden
 
Amerika Serikat Lacak 'Balon Pengintai' yang Diduga Milik China - Terbang di Mana Saja Balon Itu?
 
Joe Biden akan Mengundang Para Pemimpin Indo-Pasifik ke Gedung Putih
 
AS Uji Rudal Hipersonik Mach 5, Lima Kali Kecepatan Suara
 
Sensus 2020: Masa Depan Populasi AS Bercorak Hispanik
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]