JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya TNI Daryatmo menjadi pembicara pada seminar sehari dengan tema “Keselamatan Jurnalis Dalam Liputan Beresiko Tinggi” di Auditorium Adhiyana Wisma Nusantara Lt 2 Jl Merdeka Selatan Nomor 17 Jakarta Pusat, Selasa (12/05) siang.
“Tema ini tentu sangat relevan dengan tugas pokok dan fungsi Basarnas yakni, mengkoordinasikan dan membina potensi SAR serta mengarahkan dan mengendalikan potensi SAR dalam melaksanakan kegiatan pencarian dan pertolongan orang yang hilang atau dikawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam pelayaran, penerbangan, bencana alam dan musibah lainnya sesuai peraturan nasional dan internasional,” tegas Kabasarnas.
Pada kesempatan tersebut, Kabasarnas kembali mereview pelaksanaan pesawat Sukhoi Superjet-100 di Gunung Salak. “Tidak ada yang menyangka, pesawat canggih buatan Rusia yang sedang melakukan joy flight itu akan mengalami kecelakaan dan menewaskan 45 penumpangnya,” ungkap Kabasarnas di depan 150 hadirin dari berbagai media massa tersebut.
Pekerjaan yang dilakukan tim SAR sangat berat, penuh resiko, baik secara personal maupun tim. Namun, berkat kerja sama dan koordinasi yang terintegrasi dari seluruh tim SAR yang terlibat, operasi SAR Sukhoi Superjet-100 secara keseluruhan berhasil kami tuntaskan dalam waktu yang relatif singkat.
Tugas SAR memang identik dengan bahaya. Namun, kami memiliki kompetensi yang terukur dan keselamatan menjadi prioritas kami selama menjalankan tugas. Kami memegang prinsip : do best and prepare the worst, yakni melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan senantiasa memperhitungkan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
“Yang pasti, ada satu pilar penting dalam pelaksanaan operasi SAR yang sangat mendukung berhasilnya operasi tragedi Sukhoi Superjet-100. Yaitu, peran media massa. Media massa begitu cepat memberikan informasi ke publik sehingga apa yang terjadi dan apa upaya-upaya yang telah kami lakukan serta apa yang kami rencanakan dalam operasi tersebut bisa disimak langsung oleh masyarakat. Media massa merepresentasikan kondisi riel di lapangan dan menjadi mediasi kebutuhan masyarakat akan informasi yang up to date terkait musibah tersebut,” tuturnya.
Selama 10 hari, seluruh perhatian masyarakat memang tertuju pada pelaksanaan operasi tersebut. Berita-berita operasi SAR menjadi head line di media massa, baik lokal, nasional, maupun internasional. “Saya mengucapkan terima kasih kepada media massa yang telah memberitakan pelaksanaan operasi SAR tersebut secara real time dan proporsional. Dengan continuitas pemberitaan di media massa, suasana psikologis masyarakat khususnya para keluarga korban bisa kondusif,” lanjutnya.
Basarnas, imbuh Kabasarnas, memahami substansi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers dan mematuhi esensi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Saya melihat sendiri, bagaimana militansi teman-teman wartawan di lapangan ketika mencari data yang akurat maupun mengejar berita dalam bentuk gambar yang ekslusif. Di sisi lain, saya juga memperhatikan faktor keselamatan teman-teman awak media di lapangan.
Dalam prespektif kami sebagai insan SAR, keberadaan awak media saat meliput belum safety, terlebih saat berada di medan yang ekstrem,” imbuhnya. Karena itulah, Kabasarnas yang diberi kesempatan mengulas topic “Kerjasama Ideal Basarnas dengan Awak Media Dalam Peristiwa Bencana di Tanah Air” berharap semua insan pers, khususnya yang biasa meliput di medan ekstrem atau beresiko tinggi harus mengutamakan faktor keamanan dan keselamatan diri (safety first).
“Kerjasama yang mutualisme antara institusi pemerintah khususnya Basarnas dengan media massa tentu sangat kami harapkan. Basarnas selalu membuka diri untuk mentransformasikan ilmu yang dimiliki kepada potensi SAR, termasuk awak media massa,” pungkas Kabasarnas. (bhc/ab/rat)
|