JAKARTA, Berita HUKUM - Kementerian Keuangan mengungkapkan dana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dari APBN hanya dikucurkan untuk penyediaan infrastruktur dasar dan kawasan inti pusat pemerintahan IKN.
Selain itu, pemerintah sedang mencari solusi sumber dana, baik investasi swasta, BUMN dan melibatkan badna usaha.
Merespons ketidak jelasan sumber dana IKN itu dinilai makin memprihatinkan perencanaan pemerintah.
Direktur Eksekutif Indonesia Poltical Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, ketidakjelasan anggaran Pembangunan IKN menandai IKN sebagai proyek yang dipaksa jalan dengan cara apapun. Kata Dedi, negara seolah tidak patuh pada program prioritas yang seharusnya lebih siap.
Dedi menjelaskan, secara politik, IKN diperlukan sebagai bentuk upaya penyebaran pembangunan. Tujuannya, agar tidak terlalu padat di Jakarta.
Meski demikian, memindahkan fungsi Jakarta secara total ke IKN semestinya perlu analisa lebih lanjut.
"Terlebih jika situasinya dipaksakan, publik akan menilai IKN sebagai program politik yang diperuntukan membangun prestisius rezim, bukan dibangun mendasar pada kemaslahatan bangsa," demikian kata Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (4/2).
Dedi mengingatkan, kalaupun ternyata belum memiliki sumber dana yang pasti untuk membangun IKN, lebih baik pemerintah mengambil keputusan untuk membatalkan UU IKN dan merencanakannya dengan lebih adil.
"Jika memang pemerintah tidak punya sumber daya yang pasti, maka belum terlambat untuk membatalkan UU IKN," pungkas Dedi.
Sementara, pendanaan untuk pembangunan ibu Kota Negara (IKN) nampaknya akan makin memberatkan kondisi fiskal negara. Terbaru baru saja terungkap bahwa di APBN tahun 2022 belum ada alokasi APBN untuk pembanguan IKN.
Kementerian Keuangan mengatakan bahwa salah satu sumber pembiyaan IKN berasal dari alih kelola aset yang ada di Jakarta. Selain itu, skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), investasi swasta dan BUMN.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pendanaan IKN akan memberatkan APBN terlebih dalam situasi naiknya varian Omicron.
Menurut Bhima keterlibatan anggaran negara dalam IKN sangat signifikan mempengaruhi sulitnya menurunkan defisit anggaran di bawah 3 persen pada 2023 mendatang.
Ia melihat, pendanaan IKN pada tahap awal akan banyak memakan biaya dari belanja pemerintah.
"Mengharap swasta langsung terlibat pun nampaknya punya beragam tantangan," demikian kata Bhima kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (4/2).
Dalam analisa Bhima, sebagai inisiator proyek maka opsinya hanya ada tiga. Pertama, menambah utang baru dan ini akan membebani anggaran karena beban bunga terus naik. Kedua, naikkan penerimaan pajak tapi bisa mengakibatkan kontraksi ke ekonomi.
"Atau ketiga, mendorong BUMN untuk mencari pembiayaan sendiri melalui penugasan," pungkasnya.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera secara khusus menyoroti soal penganggaran megaproyek IKN. Apalagi hingga kini, belum jelas anggaranRp 466 triliun diambil dari mana.
Proyek pembangunan Ibukota Negara (IKN) di Kalimantan Timur harus dikawal semua pihak.
"Ini mesti dikawal. Proses penganggaran yang grasa-grusu berbahaya," tegas Mardani Ali Sera saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Kamis (3/2).
Menurut Ketua DPP PKS ini, jika proses pengganggaran UU IKN tidak diawasi oleh publik, maka pada gilirannya efisiensi dan efektivitas IKN itu rawan dikorbankan.
Lebih dari itu, kata Mardani, kualitas proses pembangunan IKN seperti yang dijanjikan pemerintah bisa terancam.
"Masyarakat perlu sama-sama mengawal proses ini," katanya.
Di sisi lain, Mardani juga meminta pemerintah mengedepankan transparansi dalam hal pendanaan IKN di Kaltim ini. Pasalnya, pembangunan IKN diperkirakan butuh pendanaan hingga hampir setengah kuadriliun.
"Mesti transparan dan ikut prosedur. Tidak boleh melanggar aturan," pungkasnya.(aut/dt/RMOL/bh/sya) |