JAKARTA, Berita HUKUM - Jakarta (13 Mei 2013) Hutan Batang Toru di Tapanuli Tengah dan Selatan, Sumatera Utara dengan hutan primer seluas 133.000 Ha, menyimpan keanekaragaman hayati sangat tinggi. Berbagai satwa seperti Harimau Sumatra, Tapir, Beruang madu, Burung kuau dan Orangutan Sumatra. Dari hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh Nater et.al 2012, bahwa Orangutan Sumatra di Hutan Batangtoru memiliki genetika yang unik jika dibandingkan dengan Orangutan Sumatra yang ada di Aceh dan ekosistem Leuser. Diduga Orangutan yang berada di Batang Toru adalah populasi ‘purba’ lama terpisah dari kelompok lainnya akibat dari letusan Gunung Toba yang terjadi ribuan tahun lalu. Populasi orangutan Batang Toru menyebar juga ke Pulau Kalimantan dan menjad inenek moyang semua populasi orangutan. Pola makan Oranghutan di Tapanuli juga berbeda. Populasi Orangutan yang berada di HutanBatng Toru berkisar antara 400 s/d 600 ekor. Hal ini membuat habitat dan isinya perlu untuk dilindungi.
Disamping itu juga terdapat berbagai flora di Hutan Batang Toru yang sangat langka, seperti rafflesia cf micropylor-gadutensis, Pohon kuno (podocarpaceae). Berbagai jenis anggrek yang menawan. Proyek energi terbarukan seperti PLTA Sipansihaporas, geotermal di Blok Sarulla sangat tergantung dengan stabilitas hutan Batang Toru.
Dibagian hilir Batang Toru sebagian besar berfungsi sebagai daerah persawahan dan perkebunan rakyat. Sawah dan perkebunan rakyat juga sangat tergantung dengan asupan air yang stabil dari Hutan Batangtoru. Disamping itu, mereka menggunakan air Batang Toru untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan minum.
Ancaman terhadap eksistensi hutan Bantangtoru banyak, diantaranya status hutan Batangtoru saat ini masih sebagai hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Juga adanya HPH/IUPHH PT.Teluk Nauli dengan luasan 30.500 Ha, ekspansi pertambangan.
Oleh karena itu maka gagasan perubahan status hutan menjadi hutan lindung penting untuk dilakukan. Perubahan status hutan Batang Toru menjadi hutan lindung dilakukan bersamaan dengan tidak memperbolehkan kegiatan penambangan, baik secara terbuka maupun tertutup (bawah tanah). Namun tidak menyingkirkan akses masyarakat agraris yang berada di sekitarnya atas hasil hutan yang dikelola secara berkelanjutan. Warga sekitar telah memimili budaya peduli tinggi terhadap daya dukung alam. Diantaranya adanya peraturan desa yang telah dibuat masyarakat setempat tentang lubuk larangan, ikan-ikan yang ada di sungai hanya bisa dipanen saat tertentu dan dibagi kolektif pada warga.
WALHI mengharapkan agar pemerintah provinsi, kabupaten, Dewan Perwakilan Daerah, UKP4, Tim Terpadu Kementrian Kehutanan, serta Kementerian Kehutanan agar segera melindungi hutan Batang Toru dengan menetapkan statusnya menjadi hutan lindung, dan membatalkan semua konsesi HPH dan pertambangan yang ada di dalamnya. Dan mendorong sektor ekonomi yang berkelanjutan sesuai dengan daya dukung hutan Batang Toru.(wlh/bhc/rby)
|