Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Politik    
 
Partai Gerindra
Gerindra Tolak RUU Perkelapasawitan
2017-06-06 15:24:13

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.(Foto: Istimewa)
JAKARTA, Berita HUKUM - Partai Gerindra menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan tahun 2017 karena tidak sesuai dengan prinsip pelestarian hutan, perlindungan lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat.

"Partai Gerindra selalu berusaha memperhatikan prinsip-prinsip yang sesuai dan benar bagi masa depan bangsa Indonesia di mana kami merasa RUU Perkelapasawitan ini akan justru merugikan rakyat dan bangsa Indonesia di masa mendatang." jelas Hashim Djojohadikusumo selaku Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, di Jakarta, Selasa (6/6).

RUU Perkelapasawitan yang saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR justru memberikan lebih banyak kesempatan dan keringanan kepada perusahaan perkebunan dan bukan petani (pekebun) kelapa sawit. Insentif dan keringanan yang diberikan kepada perusahaan perkebunan terlihat jelas pada pasal 18 RUU tersebut.

Hashim berharap RUU Perkelapasawitan jangan sampai dijadikan alat atau memberi celah perusahaan-perusahaan untuk dapat beroperasi di areal gambut (pasal 23) yang bertentangan dengan upaya negara untuk melindungi ekosistem gambut seperti ditegaskan pada PP No. 57 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. PP Perlindungan gambut menyatakan bahwa setiap orang dilarang membuka lahan baru sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu. RUU Perkelapasawitan hanya akan membuat target Pemerintah Indonesia memulihkan 2.4 juta Hektar lahan gambut menjadi sulit tercapai.

Sesuai dengan pernyataan Sekretaris Jenderal Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ir. Bambang Hendroyono, bahwa Moratorium Lahan Gambut PP 57/2016 menegaskan bahwa tidak boleh lagi saat ini membuka lahan baru ataupun memberikan ijin pada lahan gambut terutama lahan gambut dalam. Kelapa sawit bukanlah tanaman asli gambut sehingga tidak sesuai dengan ekosistem gambut dan dapat mempertinggi resiko kebakaran dan kekeringan pada serta di sekitar lahan gambut tersebut.

Supratman, Ketua Baleg DPR RI menyatakan bahwa apabila ingin memperjelas pengaturan perkelapasawitan seharusnya dimulai dari UU Perkebunan yang dari sisi perijinannya tidak berbeda dengan RUU Perkelapasawitan dan aspek perencanannya justru lebih komprehensif.

"Ada beberapa hal tidak disertakan secara jelas pada RUU Perkelapasawitan selain Pasal terkait Insentif dan Lahan Gambut yang perlu dikaji ulang seperti Hak Ulayat dan Kejahatan Koperasi, beneficiary ownership, kepemilikan nomor pokok wajib pajak, ketaatan pembayaran pajak dan penerimaan negara bukan pajak, serta detail sanksi pidana sehingga perlu dihentikan pembahasannya dan dikaji ulang," jelas Supratman.

Selain itu, saat ini perkebunan kelapa sawit berkisar sebesar 11,4 juta hektar persegi (BPS, 2015) dan Ditjenbun pada tahun 2012 mencatat terdapat 739 yang disebutnya sebagai gangguan usaha serta konflik perkebunan, dengan rincian 539 kasus adalah konflik lahan (72,25%); sengketa non lahan sebanyak 185 kasus (25,05%); dan sengketa dengan kehutanan sebanyak 15 kasus (2%). Apabila RUU ini disahkan maka akan melegalkan perkebunan illegal yang belum diselesaikan masalahnya.(ari/Riski/gmc/bh/sya)


 
Berita Terkait Partai Gerindra
 
Gara-gara Benur, Gerindra Babak Belur
 
Sindir RY, Gerindra Ingatkan Bahaya DNA Koruptor di Bogor
 
Sandiaga Uno Kembali ke Gerindra dan Tak Incar Posisi
 
Menang Gugatan Pengadilan, Mulan Jameela dkk Siap Menatap Senayan
 
Gerindra: Demi Indonesia, Prabowo Rela Dikecam karena Bertemu Jokowi
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]