YAMAN, Berita HUKUM - Perdana Menteri Yaman, Mohammed Basindwa, mengundurkan diri di tengah meningkatnya bentrokan di ibu kota antara pemberontak Syiah Houthi dan tentara pemerintah. Pemberontak juga mengaku telah merebut markas-markas besar pemerintahan, kementerian-kementerian kunci, dan lembaga penyiaran negara.
Sejumlah orang tewas dan ratusan mengungsi dari rumah mereka menyelamatkan diri dari krisis berdarah ini.
Bentrokan antara pemberontak dan pasukan yang setia kepada Partai Islah, partai berkuasa yang berhaluan Sunni, menimbulkan keraguan akan kesepakatan gencatan senjata hari Sabtu (20/9) yang didukung PBB.
Kaum Houthi, yang tinggal di kawasan pegunungan di utara, berhasil melaju ke ibuikota, Sana'a sejak beberapa pekan, terlibat bentrokan dengan pasukan lawan, dan menggalang unjuk rasa menuntut hak-hak lebih luas.
Sementara, Pemerintah Yaman dengan kelompok pemberontak Houthi dai kalangan Syiah sudah menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri krisis politik selama beberapa pekan ini.
Berdasarkan kesepakatan maka pemerintah baru akan dibentuk dan Syiah Houthi serta kelompok separatis lain di wilayah selatan negara itu akan mengajukan calon perdana menteri dalam waktu tiga hari ini.
Kesepakatan dicapai hanya beberapa jam setelah Mohammed Basindwa mengundurkan diri dari kursi perdana menteri di tengah-tengah meningkatkan bentrokan antara kelompok pemberontak dan paukan pemerintah di ibukota Sanaa.
Sejumlah korban jiwa dan retusan orang mengungsi dari rumahnya sejalan karena mengingkatnya bentrokan di Sanaa.
Presiden Abdrabuh Mansur Hadi, utusan PBB, Jamal Benomar, serta perwkilan-perwakilan dari kekuatan politik Yaman, menghadiri penandatangan kesepakatan, Minggu 21 September.
Wartawan BBC di Sanaa, Mai Noman, melaporkan pembentukan pemerintahan bersatu nasional di bawah perdana menteri yang baru merupakan salah satu tuntutan dari Syiah Houthi.(BBC/bhc/sya)
|