Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Nusantara    
 
Kesehatan
Angka Kematian Ibu Tinggi, Rumah Sakit Menjadi Faktor Utama
2017-03-12 09:24:10

Tampak suasana FGD "Penguatan Pelayanan Maternal Untuk Mengurangi AKI di Bantul" di Meeting Room Hotel 101 Yogyakarta.(Foto: Istimewa)
YOGYAKARTA, Berita HUKUM - Data audit dari POGI (Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia) tidak menemukan faktor resiko yang berarti yang menjadi penyebab kematian ibu. Data tersebut diperoleh melalui program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) di 11 RSUD dan 1 RS Swasta pada 6 propinsi yaitu Sumut, Banten, Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel tentang kondisi umum pasien yang meninggal.

Sebaliknya, data audit POGI tersebut justru menunjukkan peran Rumah Sakit yang masih memiliki andil besar dalam Angka kematian Ibu. Sebanyak 53 persen pasien mengalami pengambilan keputusan klinik yang tidak tepat, sebanyak47 persen terlambat dilakukan eksekusi/operasi, dan 47 persen mengalami ketidakakuratan di dalam monitoring.

Hal ini dinyatakan oleh Supriyatiningsih, Ketua Gerakan Ibu dan Anak Nasional (GKIA) dalam Forum Discussion Group (FGD) "Penguatan Pelayanan Maternal Untuk Mengurangi AKI di Bantul" di Meeting Room Hotel 101 Yogyakarta pada Jumat (10/3) lalu. Acara ini diadakan oleh Prodi Magister Managemen Rumah Sakit (MMR) UMY yang mengundang berbagai peserta meliputi dokter-dokter spesialis obstetri dan ginekologi, pihak puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten Bantul serta dinas kesehatan provinsi DIY.

Supriyatiningsih menduga faktor attitude yang menjadi penyebab terjadinya pembiaran sehingga ibu-ibu meninggal dunia. "Apakah skill dan knowledge yang menjadi penyebab utama kematian ibu? Saya kira pendidikan SpOG telah terstandarisasi. Saya menduga attitude tenaga kesehatan yang menyebabkan itu," imbuhnya.

Untuk itu terdapat beberapa cara menurut Supriyatiningsih yang bisa ditawarkan untuk menjadi upaya penurunan Angka Kematian Ibu. Salah satunya yaitu melalui advokasi tentang perlunya Penurunan Angka Kematian Ibu, kepada pihak pengambil keputusan di negeri ini (mulai dari Presiden, Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan). "Kemudianpembuatan peraturan yang tegas dan jelas tentang distribusi dokter khususnya dokter SpOG agar terjadi pemerataan pelayanan kesehatan di Indonesia. Juga Penguatan Rumah Sakit PONEK (Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Komprehensif) di daerah," paparnya.

Sementara itu, Jorg Haier, pakar kesehatan dari Muenster University Germany menjelaskan beberapa kebijakan pelayanan maternal yang ada di Jerman. "Jerman telah memiliki panduan untuk Perlindungan Maternal yang berisi antara lain daftar pemeriksaan yang harus dijalani, hak untuk mendapat nasihat dari dokter termasuk nasihat untuk suami, dan juga pemeriksaan yang boleh dilakukan oleh bidan," ujarnya.

Menanggapi masalah di Indonesia dengan AKI yang tinggi, Prof. Haier mengungkapkan perlu menemukan cara ala Indonesia yang mampu secara efektif menurunkan angka kematian ibu. "Antara Jerman dan Indonesia tentu saja berbeda, penduduknya, kebiasaan, atau pun karakteristik daerahnya. Penduduk yang banyak, wilayah yang luas dan perbedaan budaya antar daerah juga jadi tantangan tersendiri. Indonesia harus menemukan cara sendiri untuk mengatasi hal tersebut," pungkasnya.(BHPUMY/bagas/muhammadiyah/bh/sya)


 
Berita Terkait Kesehatan
 
Koordinator SOMASI Jakarta Sambangi Dua Kementerian, Terkait Peredaran Produk Formula Kuras WC dan Anti Sumbat Ilegal
 
RUU Kesehatan Sepakat Dibawa ke Paripurna, 7 Fraksi Setuju dan 2 Fraksi Menolak
 
Anggota DPR Rieke Janji Perjuangkan Jaminan Kesehatan dan Hari Tua bagi Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya
 
Nasib Nakes Honorer Tidak Jelas, Netty Prasetiyani: Pelayanan Kesehatan Berpotensi Kolaps
 
Hepatitis Akut Menular Lewat Saluran Cerna dan Pernafasan, Ini Cara Mencegahnya
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]