JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Maraknya pesan singkat yang bertujuan menyedot pulsa pemilik ponsel, membuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat bicara. Pasalnya, pada tahun ini sudah ratusan konsumen seluler mengadukan hal ini kepada YLKI.
Menurut pengurus harian YLKI Tulus Abadi, hal ini terjadi karena pemerintah dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) masih lemah dalam melindungi konsumen seluler. Apalagi, BRTI selama ini lebih banyak memperhatikan kepentingan operator seluler, bukan konsumen seluler. "Harusnya ini kan tugas utama BRTI untuk lebih memperhatikan kepentingan konsumen," kata dia kepada wartawan, Senin (3/10).
Tulus menegaskan, BRTI mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang mutlak guna mengatur masalah ini. "BRTI dibuat untuk meregulasi perilaku operator dan meregulasi perlindungan terhadap konsumen seluler sebagaimana diatur di dalam UU Konsumen dan UU Komunikasi. Sebagai regulator, apa kerjanya sehingga kasus demi kasus yang sekarang sistemik menimpa konsumen dibiarkan saja," tegasnya.
Jika BRTI kreatif, jelas dia, sebenarnya SMS yang sekarang marak penipuan atau kredit tanpa agunan bisa dikategorikan sampah atau spam sehingga secara otomatis tertolak dengan sendirinya. "Kalau di luar negeri itu ada yang namanya 'jam' untuk menolak SMS yang tidak dikehendaki konsumen kemudian dianggap sampah. Kalau di email, itu namanya Spam. Itu bisa dilakukan oleh BRTI, tapi kenapa BRTI tidak melakukan itu," ujar dia.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring menyatakan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan seluruh operator menindaklanjuti laporan itu. Pihaknya tengah mempelajari hal ini. "Saya sedang perintahkan staf saya untuk pelajari. Ada perusahaan-perusahaan yang dipotong (memotong SMS) ilegal, ada yang pengiriman SMS tanpa disetujui kemudian diambil premium," ungkapnya.
Tifatul berjanji kalu operator selular atau pihak-pihak tertentu terbukti melakukan pemotrongan pulsa dengan cara ini segera ditindak tegas. "Tindakan itu tidak benar dan harus ditindak secara hukum. Ini jelas melanggar hukum, karena mengambil uang orang, mengambil pulsa orang dan harus dihukum sesuai KUHP," tegasnya. (vnc/biz)
|