JAKARTA, Berita HUKUM - Aktivis perempuan Nelly Rosa Yuliana Siringo Ringgo dan Koordinator aktivis korban HAM Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) merasa janggal dengan vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (6/2), dan akan mengajukan banding atas vonis kasus perkara beredarnya buku elektronik 'Lippo Way' yang didakwa kepadanya.
Aktivis Nelly J.Siringgo memberikan pernyataan bahwa ia merasa tidak tahu berdasarkan apa pertimbangan hakim sehingga dirinya divonis dengan 1,2 tahun (satu tahun dua bulan) dan subsider 100 juta, mesti berurusan dengan kasus hukum yang sama. Apalagi tidak merasa dituduh telah melakukan ilegal akses.
"Ilegal akses itu kan maksudnya ilegal akses milik orang lain. Ini kan milik saya sendiri," ujar Nelly ditemani oleh kuasa hukumnya dari ACTA saat di PN Jakarta Selatan, Kamis (7/2).
Sementara pada, Rabu (6/2), Majelis Hakim katakan saksi terlapor M.Yusuf dari pihak Polri sebelumnya telah mengganti dengan meminta pasword pada terdakwa, soalnya disita. Alasanya, agar tidak dapat diakses lagi serta dapat diubah atau dihapus oleh siapapun (termasuk terdakwa) karena dalam proses penyidikan, itu sudah diajukan pada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Lalu, pada tanggal 19 september 2017, terdakwa dituduh mencoba masuk dengan ke akun jejaring media sosial-nya itu. Selanjutnya, pada 20 September, Saksi M.Yusuf mengecek dan saat masuk ke akun, akunnya saat masuk ternyata tidak dapat diakses. Melakukan pemilihan pasword, dan akhirnya dari pihak yahoo menyebutkan ada seseorang berusaha masuk dan berupaya ke email dan menyebutkan, berlokasi di kediaman Nelly J.Siringgo.
Dalam vonisnya, Hakim katakan, itu merupakan hak penyidik selama statusnya, hingga akun tersebut tidak dapat diakses oleh siapapun selain penyidik. Sementara di lain pihak, terdakwa Nelly J.Siringgo alasannya untuk komunikasi dengan anak yang kuliah di Belanda dan juga melakukan aktifitas pekerjaan terdakwa. Nelly dikenakan pelanggaran pasal 32 ayat 1 juncto pasal 48 tahun 2008, UU nomor 11 tahun 2008 ITE, terkait tindak pidana ilegal akses.
Sebelumnya, aktivis Nelly bahkan sudah sempat ditahan selama 4 bulan, di sel tahanan selama 2 bulan di Bareskrim Jakarta Selatan dan 2 bulan di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur.
Dirinya ditangkap gegara karena mengunduh buku/ artikel 'LippoWay' yang ditulis si John, yang tidak pernah ia ketahui siapa John tersebut. Bentuk artikel file pdf (e-book), mulanya dipikir semacam buku ilmiah karena tertulis sangat rapih.
Pada dakwaan yang sama sebelumnya dinyatakan Majelis Hakim, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat diterima, maka dikeluarkannya dari dalam tahanan. Bahkan, pihak JPU sudah banding ke tingkat Pengadilan Tinggi dan hasilnya sama, menguatkan putusan Pengadilan Jakarta Selatan.
Tampak pada persidangan vonis putusan persidangan perkara di ruang sidang Prof. Dr. Mr. R. Wirjono Prodjodikoro di PN Jakarta Selatan pada, Rabu (6/2) dipenuhi sesak oleh para pendukung aktivis Nelly J.Siringgo, diantaranya nampak hadir, tokoh aktivis lintas generasi Sri Bintang Pamungkas, KH. Irmansyah, dan yang lainnya.
Sementara sebelumnya nampak di pelataran gedung pengadilan Jakarta Selatan aktivis rekan seperjuangan terdakwa Nelly yang berkumpul guna memberikan dukungan moril, dan juga nampak beberapa aparat petugas keamanan berjaga-jaga memantau lokasi persidangan.
Yudi Suyuti yang juga merupakan Koordinator Eksekutif JAKI tetap bersikeras bahwa vonis hakim ini sarat nuansa politis.
Di lokasi yang sama, aktivis senior Sri Bintang Pamungkas yang turut hadir mengatakan, Ini berkali-kali ajukan saksi korban dari pihak korporasi dihadirkan. "Korbannya mana yang menyatakan lippo dirugikan?," ujar Sri Bintang.
Lagipula, kemuka Bintang nampaknya di pengadilan Jaksel ini aroma mafia peradilan masih ada. "Ini perkara hukum mengada-ada," lanjutnya, yang juga merupakan penasehat kuasa hukum terdakwa Nelly.
Menurut Sri Bintang disebutkan pada 18 oktober, tetapii di dalam surat dakwaannya disebutkan 18 september. "Si Hakim tadi sebutkan 18 September, padahal dalam pledoi sudah kita bantah dengan bukti yang nyata 18 Oktober," ujarnya.(bh/mnd) |