Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Lingkungan    
 
JATAM
Tak Cukup Hanya Didenda 2 Miliar, JATAM Desak Pidanakan Pimpinan Indominco
2018-03-12 07:11:53

Ilustrasi. Aksi protes masyarakat: Stop penambangan di sungai Santan.(Foto: twitter)
JAKARTA, Berita HUKUM - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mendesak Pemerintah dan Pengadilan Negeri Tenggarong tidak hanya menjatuhkan pidana lingkungan hidup berupa denda atas PT Indominco Mandiri, namun juga menjatuhkan hukuman pidana penjara dan pencabutan izin tambang agar perusahaan batubara ini hengkang dari Indonesia.

Putusan pidana lingkungan hidup atas PT Indominco Mandiri tersebut dijatuhkan setelah KLHK menerima laporan warga Desa Santan, Kalimantan Timur yang mengalami dampak buruk dari seluruh lingkaran bisnis batubara indominco mulai dari Penambangan, Pembakaran PLTU, dan pembuangan limbahnya.

JATAM juga mempertanyakan Putusan Pidana Lingkungan Hidup Nomor 526/Pidsus/LH/2017/PN.Tgr yang memberikan Pidana Denda sebesar 2 miliar rupiah namun menghilangkan pidana penjara kepada pimpinan perusahaan asing, Banpu Group Thailand. (Tercantum diputusan yang diputuskan 4 Desember 2017, Direktur PT Indominco Mandiri saat ini bernama Andre Herman Bramantya Putra menggantikan direktur sebelumnya yang berkewarganegaraan Thailand, Kirana Limpaphayom).

Padahal sesuai Pasal 60, Pasal 104, dan Pasal 116 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) disebutkan, setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Anehnya, Putusan Hukum terhadap PT Indominco Mandiri hanya menjatuhkan pidana denda sebesar dua miliar rupiah, tapi tidak menghukum terdakwa yang melakukan pengelolaan limbah B3 fly ash dan bottom ash sebanyak 4000 ton dengan perusahaan berizin (putusan terlampir).

"Putusan ini menandakan posisi dan sikap para penegak hukum yang setengah-setengah dalam menindak pelaku tindak pidana kejahatan korporasi, dan tentu saja tidak akan berdampak pada korporasi ini," ujar Koordinator JATAM Nasional, Merah Johansyah, sebagaimana yang dilansir situs jatam.org pada, Kamis (8/3).

Padahal, Peraturan Mahkamah Agung, Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana pada korporasi sudah dengan jelas mengatur itu, bahkan pemerintah juga memiliki diskresi sekaligus kewenangan untuk mencabut izin tambang.

"Jika suatu perusahaan sudah melakukan pidana korporasi mestinya sebagai suatu peristiwa kejahatan hukum tertinggi sudah tak boleh lagi beroperasi," jelas Merah.

Perusahaan tambang batubara PT. Indominco Mandiri adalah perusahaan yang beroperasi di tiga kawasan di Kalimantan Timur, yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara, Bontang, dan Kutai Timur. Tambang batubara ini juga mendapat keistimewaan dari pemerintah dengan menambang di kawasan hutan lindung.

Selain aktivitas pengerukan batubara, PT Indominco juga memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 2X7 MW. PLTU ini berada di Desa Santan Tengah dan Desa Santan Ilir, Kecamatan Marangkayu, Kukar.

Pada 19 Oktober 2017, Pengadilan Negeri Tenggarong melakukan sidang lapangan di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT. Indominco Mandiri. Sidang lapangan ini terkait kasus dugaan pembuangan limbah fly ash dan bottom ash yang ditengarai dilakukan tanpa izin oleh PT Indominco Mandiri.

Hadir dalam sidang lapangan saat itu, Nasrullah Kepala Desa Santan Tengah, dan beberapa perwakilan warga Santan Ilir dan Santan Tengah. Namun tidak semua warga diperbolehkan untuk masuk di lokasi sidang lapangan. Taufik, salah satu warga Santan Ilir yang ikut mengawal proses sidang ini mengaku kecewa karena tidak dilibatkan dan merasa dihalangi oleh pihak keamanan perusahaan.

"Padahal yang paling pertama mendapatkan dampak dari aktifitas PLTU adalah warga Santan karena terpapar debu dan asap," ujar Taufik.

Warga Santan, Marangkayu menegaskan akan mengawal kasus ini sampai selesai. "Sudah cukup Sungai Santan yang dicemari. Jangan lagi menambah pencemaran melalui diudara dan air tanah," tandas Romiansyah, salah seorang warga lainnya.

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan, kasus pencemaran lingkungan yang melibatkan PT Indominco Mandiri ini terungkap pada September 2015 lalu. "Kasus ini dilaporkan warga ke KLHK, KLHK kemudian yang memproses hukum," ungkapnya.

Menurut Rupang, PT Indominco memang harus diadili mengingat tempat pembuangan limbah fly ash dan bottom ash tidak berizin dan sudah mencemari tanah dan udara. Bahkan perusahaan ini menambang di luar konsesi.

"Kami mendesak Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya Bakar agar mengambil tindakan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan atau Perjanjian Kerjasama Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Indominco Mandiri seluruhnya," tegas Rupang.

Putusan Pidana ini dapat menjadi dasar pencabutan atau sanksi administrasi maksimal sesuai Pasal 4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 2 tahun 2013 tentang Sanksi Adminstratif Pencabutan Izin bagi perusahaan, sesuai dengan prinsip hukum UU PPLH, Premium Remedium yang artinya sanksi administratif maksimal dapat dilakukan bersamaan dengan Pidana, tanpa menunggu salah satunya.

"Kami ingin PT Indominco Mandiri angkat kaki dari Kalimantan dan Indonesia, seluruh bantuan keuangan dan finansial penyokong mereka harus diminta pertanggungjawabannya," tutup Rupang.(jatam/bh/sya)


 
Berita Terkait JATAM
 
Tak Cukup Hanya Didenda 2 Miliar, JATAM Desak Pidanakan Pimpinan Indominco
 
Surat Terbuka JATAM untuk Presiden Jokowi
 
JATAM Galang Dana Tutup Lubang Tambang yang Tewaskan 12 Anak di Samarinda
 
Jatam Sulteng Dukung Warga Podi terkait Gugatan Class Action
 
55% Lahan di Kuasai Pertambangan, Touna Krisis Agraria
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]