Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

White Crime    
 
Jiwasraya
Eksepsi Rudi Manro: Majelis Hakim Harus Batalkan Dakwaan JPU Karena Keliru Menerapkan Pasal Pidananya
2020-06-12 05:54:01

Suasana persidangan kasus Jiwasraya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.(Foto: BH /ams)
JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada PT.Asuransi Jiwasraya yang menjadikan Hary Prasetyo, sebagai terdakwa kasus Perasuransian dan Tindak Pidana Pasar Modal dengan kerugian negara hingga Rp 16 Triliun bersama dengan 5 orang terdakwa lainnya, kini memasuki agenda eksepsi.

Dalam eksepsi Hary Prasetyo yang dibacakan Tim Penasehat Hukumnya, dari law office Rudianto Manurung, S.H., M.H., C.L.A. & Partners meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang menyidangkan perkara tersebut, agar membatalkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) baik dakwaan primair maupun dakwaan subsidair. Karena dalam dakwaannya JPU telah keliru menerapkan pasal pidana dalam perkara tersebut.

Menurut Rudi Manro biasa dia disapa mengatakan bahwa majelis hakim harus membatalkan dakwaan tersebut. Karena surat dakwaan tidak menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap rumusan unsur-unsur tindak pidana berdasarkan pasal yang didakwakan. Serta tidak menguraikan perbuatan materieel yang didakwakan.

"Oleh karena dakwaan JPU tidak dapat diterima, karena dakwaan yang didakwakan terhadap Terdakwa kabur atau tidak jelas. Selain itu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga tidak berwenang secara absolut (kompetensi absolut) berdasarkan pada faktor perbedaan lingkungan peradilan berdasarkan Undang-Undang Kekuasan Kehakiman," ujar Rudi pada wartawan usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (10/6).

Ironisnya lagi kata Rudi, kewenangan/kompetensi absolut merupakan pemisahan kewenangan yang menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie van rechtsmacht). Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman terdiri dari:Peradilan Umum; Peradilan Agama; Peradilan Militer; Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan Umum diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum juncto Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-X/2012, di mana hingga saat ini tercatat ada 6 (enam) pengadilan khusus yang ada dilingkungan peradilan umum, yakni: Pengadilan Anak, kewenangan mengadili perkara anak yang berhadapan dengan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Setelah membaca Surat Dakwaan, seharusnya kompetensi mengadili perkara a quo adalah Peradilan Umum yang menangani perkara pidana secara umum dan bukan pengadilan khusus tindak pidana korupsi, in casu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ucapnya.

Rudi menjelaskan kenapa Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili kliennya. Sebab, terdapat telihat dengan jelas di halaman 3 - 4 Surat Dakwaan bahwa perbuatan Hary Prasetyo, MBA didakwa secara melawan hukum dengan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:

Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian; Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c, Pasal 11, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

Pasal 6 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53/PMK.010/2012 tanggal 3 April 2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; Pasal 11 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; Pasal 59 dan Pasal 60 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2/POJK.05/2014 tanggal 28 Maret 2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian; Pasal 18, Pasal 19 huruf a dan b, Pasal 20 huruf b dan c angka 1 dan angka 2 Peraturan OJK Nomor 43/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi;

Pasal 58 Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian; Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tanggal 28 Desember 2016 tentang Kesehatan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

"Dapat kami simpulkan terdakwa Hary Prasetyo, MBA di dakwa Tindak Pidana Perasuransian dan Tindak Pidana Pasar Modal. Bahwa UU Perasuransian secara tegas mengatur ketentuan pidana perasuransian pada Pasal 21 UU No.2 Tahun 1992 dan Pasal 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dimana kewenangan penyidikan perkara Tindak Pidana Perasuransian adalah Penyidik Polri, sebagaimana diatur Pasal 14 Ayat (1) huruf g UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, yang menyebutkan: Kepolisian Negara RI melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua tindak Pidana sesuai dengan hukum acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya," paparnya.

Selain itu dalam surat dakwaan Terdakwa Hary Prasetyo didakwa melakukan tindak pidana pengelolaan investasi Saham dan Reksadana PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tidak transparan, tidak akuntabel, tanpa analisis, kepemilikan saham melampaui ketentuan Pedoman Investasi, melakukan transaksi pembelian dan/atau penjualan saham BJBR, PPRO, SMBR dan SMRU dengan tujuan mengintervensi harga, mengendalikan 13 manajer investasi dengan membentuk produk Reksa Dana khusus, dan lain sebagainya adalah pelanggaran dan kejahatan Pasar Modal sebagaimana di atur dalam ketentuan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Penegakan hukum atas Pelanggaran Pasar Modal diatur Pasal 103 Ayat (2), Pasal 105 dan Pasal 109 dan Kejahatan Tindak Pidana Pasar Modal diatur Pasal 103 Ayat (1), 104, 106 dan 107 UU No.8 Tahun 1995, dimana Pasal 101 Ayat (2) UU No.8 Tahun 1995 menyebutkan penyidik tindak pidana pasar modal adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Tertentu dilingkungan BAPEPAM yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di Bidang Pasar Modal.

Terhadap Pelanggaran dan Kejahatan Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995 menentukan 3 (tiga) macam Sanksi yaitu: Sanksi Perdata, vide Pasal 111 UU No. 8 Tahun 1995;

Sanksi Pidana, vide Pasal 103 s/d 107 UU No. 8 Tahun 1995; Sanski Adminstratif, vide Pasal 63 jo Pasal 64 PP No.45 Tahun 1995 tentang Penyelengaraan Kegiatan di Pasar Modal.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kewenangan Penyidikan perkara a quo adalah Kepolisian RI dan PPNS BAPEPAM (saat ini bernama PPNS OJK RI, berdasarkan UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK, terhitung mulai tanggal 31 Desember 2012) dan bukan kewenangan dari Penyidik Kejaksaan, dengan demikian perkara ini bukan termasuk ranah Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi tetapi Pengadilan Pidana Umum pada Pengadilan Negeri dimana tindak pidana itu dilakuan dalam daerah hukumnya vide Pasal 84 KUHAP," tegasnya.

"Oleh karena itu Yang Mulia Majelis Hakim harus memeriksa terkait kewenangan absolut untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, sebab kami berkeyakinan bahwa perkara ini bukan merupakan kewenangan absolut Pengadilan KhususTindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka Yang Mulia Majelis Hakim wajib menghentikan pemeriksaan pokok perkara ini," pungkasnya.(bh/ams)


 
Berita Terkait Jiwasraya
 
Imbas Rp 50 M Belum Kembali, Puluhan Nasabah Jiwasraya Gugat Kembali ke PN Jakpus
 
16 Kendaraan Mewah Hasil Rampasan Negara dari Perkara Jiwasraya Resmi Dilelang
 
BPUI Harus Transparan Atasi Kasus Jiwasraya
 
Pledoi: Ada Konspirasi Berdasarkan Asumsi untuk Menjerat Benny Tjokro dalam Perkara Jiwasraya
 
Jaksa Tuntut Beni Tjokro Seumur Hidup. Penasehat Hukum: Tuntutan Jaksa Hanya Asumsi
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Di Depan Jokowi, Khatib Masjid Istiqlal Ceramah soal Perubahan
Enam bulan pertikaian di Gaza dalam angka
Tradisi Idulfitri Sebagai Rekonsiliasi Sosial Terhadap Sesama
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Moralitas dan Spiritualitas Solusi Masalah Politik Nasional Maupun Global
Carut-Marut Soal Tambang, Mulyanto Sesalkan Ketiadaan Pejabat Definitif Ditjen Minerba
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Dukung Hak Angket 'Kecurangan Pemilu', HNW: Itu Hak DPR yang Diberikan oleh Konstitusi
100 Tokoh Deklarasi Tolak Pemilu Curang TSM, Desak Audit Forensik IT KPU
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]